Debit, Credit, Assets, Liabilities, Equity, Banking, Income statement, Taxation, MYOB, Merger, Validation, Cash Flow, Statement of Financial Position, Accrual Basis, Cash, Trial Balance, Inventory, LIFO, FIFO, Prepaid Insurance, Equipments

Minggu, 02 Maret 2014

DAMPAK KRISIS CYPRUS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


Krisis Cyprus membawa beberapa pengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Beberapa pengaruh itu antara lain:
1.    Krisis Cyprus Menggoyang Harga Minyak Mentah di Indonesia
Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) pada Maret 2013 melemah menjadi US$ 107,42 per barel. Artinya, turun US$ 7,44 per barel atau 6,47 persen dari ICP Februari 2013 US$ 114,86 per barel. Tim Harga Minyak Indonesia mengemukakan, penurunan ICP pada Maret 2013 sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Harga minyak jenis WTI di bursa Nymex turun US$ 2,36 per barel dari US$ 95,32 per barel menjadi US$ 92,96 per barel. Demikian pula minyak jenis Brent (ICE) turun sebesar US$ 6,53 per barel dari US$ 116,07 per barel menjadi US$ 109,54 per barel. Minyak Tapis (Platts) juga mengalami penurunan harga sebesar US$ 6,87 per barel dari US$ 121,78 per barel menjadi US$ 114,91 per barel. Sementara Basket OPEC turun sebesar US$ 6,35 per barel dari US$ 112,75 per barel menjadi US$ 106,40 per barel. Tim harga minyak Indonesia mengungkapkan penurunan harga ini disebabkan melemahnya perekonomian dunia. Ekonomi Eropa melemah yang diindikasikan peningkatan angka pengangguran Eropa yang mencapai 11,9 persen, penurunan GDP Perancis dan Jerman, serta memburuknya ekonomi Cyprus yang memerlukan dana talangan. Belum tercapainya kesepakatan Kongres Amerika Serikat atas kebijakan belanja Pemerintah menyebabkan lambatnya perbaikan ekonomi AS. Di kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh penurunan impor minyak mentah oleh Cina dan India, akibat melambatnya ekonomi. Impor minyak mentah oleh Cina turun 2,4 persen dan India berkurang 0,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

2.      Terpuruknya Nilai Mata Uang Rupiah
Pada hari Senin (18/3/2013) rupiah ditutup melemah ke level Rp 9.712/9.715 per dolar AS setelah sebelumnya pada hari Jumat (15/03/2013) nilai mata uang Megeri Paman Sam ditutup dilevel Rp 9.703-9.707/dolar AS. Bahkan rupiah sempat berada di level Rp 9.723 pada Senin. Pengamat Valas, Rahadyo Anggoro Widagdo mengatakan, untuk perdagangan rupiah pada Selasa (19/3/2013)  akan masih sedikit melemah dan diprediksi di level Rp 9.700- 9.720/dolar AS. Kondisi ini dipengaruhi oleh masih berlanjutnya krisis di Eropa seperti yang terjadi di Cyprus. Cyprus berencana mengeluarkan program Bailout dengan salah satu kebijakan yang harus dijalani oleh pemerintah Cyprus adalah mengenakan pajak terhadap dana yang disimpan di sektor perbankan, setinggi 9,9 persen untuk dana di atas EUR 100.000 dan 6,75 persen untuk dana dengan jumlah total di bawah EUR 100.000. Rencana ini membuat para investor kembali cemas terhadap prospek stabilisasi di Eurozone. Parlemen Cyprus pun akan memungut suara untuk memberikan persetujuan mengenai kebijakan baru dari Troika ini. Moody’s juga menyatakan bahwa pajak yang akan dikenakan kepada bank deposit ini merupakan satu faktor yang negatif terhadap prospek credit rating sektor perbankan di Eurozone. Kondisi ini ditambah tingginya risiko bahwa Spanyol, Italia, Portugal dan Prancis tak akan mampu melaksanakan reformasi yang diperlukan, di tengah penolakan pengangguran terhadap rencana penghematan anggaran. Tingginya angka pengangguran di Spanyol, Italia dan Spanyol bisa menjadi ledakan social. Adapun Dow Jones mengalami pelemahan -0,17 persen, begitu juga dengan S&P -0,16 persen dan Nasdaq -0,30 persen. Fokus utama di market pada hari ini berpusat di data-data inflasi dari AS dan Eurozone dan juga indeks kepercayaan konsumen yang disusun oleh University of Michigan. Tekanan dari indonesia terdapat pada Penutupan Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (18/3/2013) yang ditutup melemah 16,50 poin atau 0,34 persen ke level 4.802,83. Investor asing mengalami net buy Rp17,8 miliar. Dengan fakta-fakta diatas penguatan Dollar AS masih akan berlanjut. Namun ada kekhawatiran tembahan mengenai prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi tidak akan mencapai target yang telah ditetapkan di APBN. Seperti ditegaskan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui bahwa target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam APBN 2013 sebesar 6,8 persen memang sulit dicapai. Jika ini terjadi maka pelemahan rupiah akan kembali lagi. Bank Dunia juga memproyeksikan meski pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup kokoh dibanding dengan negara berkembang lainnya, dalam perkembangan triwulanan perekonomian tahun ini, menunjukkan adanya tekanan kebijakan dan ekonomi yang membuat target pertumbuhan pemerintah RI bakal meleset jauh.

3.      Gangguan di Bidang Perbankan Indonesia
Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution menyoroti soal krisis perbankan di Ciprus. Menurutnya, Siprus hanyalah persoalan negara kecil, tapi menimbulkan riak keuangan global.  Kasus Bank of Cyprus ini menimbulkan risk off. Kondisinya, mulai banyak dana-dana spekulatif yang beredar secara global. Investor akhirnya mencari tempat aman atau save haven dalam bentuk dolar AS dan emas. Dalam situasi risk off seperti ini, jika pergerakan keuangan dunia, maka indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar di berbagai negara dunia akan melemah. Kemudian, dolar AS menguat dan harga emas naik. Rencana dana talangan (bailout) Siprus dibuka kembali.  Jika tidak, maka ini akan mengefek ke ekonomi global. Pasalnya, Siprus memang negara kecil namun kapitalisasi perbankannya sangat besar. Bahkan, omset perbankannya lebih besar berkali lipat dibandingkan pendapatan domestik bruto atau PDB-nya. Melalui kombinasi bauran kebijakan ekonomi, Darmin menilai perekonomian Indonesia dalam beberapa waktu terakhir dipandang cukup mampu bertahan di tengah situasi perekonomian global yang bergejolak. Dibandingkan dengan Brasil, India, dan Turki, kondisi perekonomian Indonesia masih tangguh mengatasi risiko kredit perbankan yang bermasalah, laiknya Siprus.  Indonesia juga efektif memitigasi risiko lredit dan mencegah pelarian modal tanpa harus menaikkan suku bunga. Ini padahal terjadi di tengah kondisi transaksi berjalan yang selalu defisit. Bank sentral bisa mendorong tingkat bunga tinggi supaya modal dana dolar AS tetap bisa masuk.  Menurut Darmin, BI memang mencoba mengubah pola suku bunga tinggi. Caranya, menerapkan makro prudensial. Jadi, policy rate tak harus naik pada saat tekanan ekonomi terjadi. Ini tentunya membutuhkan cost. Namun, di sini fungsinya cadangan devisa yang bisa digunakan untuk mengendalikan nilai tukar.  BI juga telah memberlakukan aturan Capital Equivalency Maintainedd Assets (CEMA) terkait seluruh bank wajib menyediakan modal minimal satu triliun rupiah dan harus ditempatkan pada aset keuangan di dalam negeri. Aturan ini sudah berlaku per 1 Januari 2013.  Tujuan aturan ini untuk mengamankan ekonomi Indonesia dari dampak sistemik krisis keuangan global. Misalnya, jika kantor pusat bank asing di luar negeri ini mengalami krisis, maka mereka tak semudah itu bisa menarik dana keluar dari Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) yang ada di Indonesia. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar